- 30 Menit Mahir Membuat Jaringan Komputer - Alan Nur Aditya - Dunia Komputer (PS), 2013
- Bongkar Rahasia Openbts Untuk Jaringan Operator Seluler - Onno W Purbo - Andi, 2013
- Cepat Dan Mudah Membangun Sistem Jaringan Komputer – Madcoms – Andi, 2013
- Jaringan MESH: Solusi Jitu Membangun Jaringan Wireless Gotong Royong Tanpa Access Point - Ono W Purbo, STKIP Surya - Andi Publisher, 2013
- Koleksi Lengkap Software Hacking - Dedik Kurniawan Java Creativity - Elex Media, 2013
- Kupas Tuntas Tool Gratis Proteksi Windows, Jaringan Dan Internet Security - Wahana Komputer – Andi, 2013
- Linux Networking Ubuntu Kubuntu Debian Dll - Imam Catealy – Jasakom, 2013
- Membangun Jaringan Komputer Di Windows XP Hingga Windows 8 - Edy Winarno ST, M.Eng - Ali Zaki-Smitdev Community - Elex Media Komputindo, 2013
- Membuat Sendiri Jaringan Komputer - Edy Winarno ST, M.ENG - Elex Media Komputindo, 2013
- Mikrotik Kung Fu: Kitab 2-SMCROUTER - Rendra Towidjojo - Jasakom, 2013
- Rangkaian Listrik - Cekmas Cekdin – Andi, 2013
- Tip Dan Trik Otomatis Perangkat Jaringan (SHELL SCRIPT) - Syamsudin M Hermanto - Andi Publisher, 2013
- Tips & Trik Mikrotik Router OS Untuk Soho Imam Cartely Andi Publisher 2013
- Administrasi Jaringan Linux UBUNTU 11 - Wahana Komputer - Andi Publisher, 2012
- Algoritma & Pemograman Menggunakan Java (+CD) - Abdul Kadir - Andi, 2012
- Algoritma & Pemrograman Menggunakan C & C++ (+CD) - Abdul Kadir – Andi, 2012
- Aplikasi Dan Teknik Pemrograman Mikrokontroler AVR Atmel - Sidik Nurcahyo – Andi, 2012
- Belajar Kilat: Computer Networking - Elcom - Andi, 2012
- Cloud Computing Teori & Praktek (Opennebula, Vmware, Dan Amazon AWS)+CD – Iwan – Sofana Informatika, 2012
- Cybertron Solution (Smitdev Community) - IMAM CATEALY – Jasakom, 2012
- Kriptografi Untuk Keamanan Jaringan - Rifki Sadikin - Andi, 2012
- Membuat Sendiri CCTV Berkelas Enterprise Dengan Biaya Murah (+CD) - Eko Hari Atmoko - Andi, 2012
- Membuat Sendiri Cloud Computing Server Menggunakan Open Source - Onno W Purbo – Andi - 2012
- Mengubah Windows7 Menjadi Linux - MAC OS - WINDOWS 8 +CD – Irawan – Maxikom, 2012
- Mikrotik Kung Fu: Kitab 1-SMCROUTER - Rendra Towidjojo - Jasakom, 2012
- Network Hacking Dengan Linux Backtrack - Wahana Komputer – Andi, 2012
- Panduan Aplikatif Dan Solusi Bikin Animasi Karakter Robot Dengan 3DS MAX 2012 - Wahana Komputer - Andi Publisher, 2012
- Panduan Menjadi Teknisi Komputer Laptop Dan Jaringan - Ahmad Yani – Mediakita, 2012
- Pemrograman Jaringan Dengan Java - Agus Kurniawan - Andi, 2012
- Robot Vision Teknik Membangun Robot Cerdas Masa Depan +CD - Widodo Budiharto Djoko Purwanto - Andi Publisher, 2012
- Router: Teknologi, Konsep, Konfigurasi Dan Troubleshooting - Gin-Gin Yugianto, Oscar Rachman – Informatika, 2012
- Solusi Cerdas Menguasai Internetworking Packet Tracer - Dodi Heriadi – Andi, 2012
- Tip Top Jaringan Untuk Windows 7 - Edy Winarno, Ali Zaki, Smitdev Community - Elex Media Komputindo, 2012
- Top Tips & Trik Optimalisasi Jaringan Komputer Kabel & Nirkabel - Wahana Komputer - Andi Publisher, 2012
- TOP TOOL FOR HACKINGS WINDOWS & LINUX + CD - SMITDEV COMMUNITY - Elex Media, 2012
- Wireless Networking (Panduan Lengkap Membangun Jaringan Wireless Ttanpa Teknisi) - Eko Priyo Utomo - Andi Publisher, 2012
- 101 Jurus Rahasia Anti Gagal Membangun Bisnis Jaringan - Andrew Griffiths & Wayne Toms - Tangga Pustaka, 2011
- Aplikasi Mikrokontroler Atmega 8535 & Atmega 16 Menggunakan Bascom-AVR - Afrie Setiawan - Andi, 2011
- Administrasi Jaringan Dengan Linux Ubuntu 11 - Wahana Komputer – Andi, 2011
- Aneka Proyek Mikrokontroler Panduan Utama Untuk Riset Atau Tugas Akhir - Widodo Budi Harto - Graha Ilmu, 2011
- Bedah Kilat 1 Jam: Pengantar Dan Sistem Basis Data - Indrajani - Andi, 2011
- Belajar Mikrontroler AT 89 SSI Dengan Bahasa C - Iswanto - Andi Publisher, 2011
- Belajar Sendiri Cisco DSL Router, ASA Firewall, UPN - Hendra Wijaya - Elex Media Komputindo, 2011
- Buku Pintar Robotika: Bagaimana Merancang & Membuat Robot Sendiri - Taufiq Dwi Septian Suyadhi - Andi, 2011
- Cara Mudah Mengedit Robot - Yusep Nurjatmika - Flash Book, 2011
- 49 Cara Mudah Merakit Robot Untuk Pemula (Mengupas Tuntas Segala Hal Tentang Robot) - Yusep Nurjatmika - Flash Book, 2011
- 50 Easy Networking Jaringan Komputer Kabel Dan Wireless Untuk Rumah Dan UKM+CD - Edy Winarno,Ali Zaki Smitdev Community - Elex Media Komputindo, 2011
- Jaringan Wireless Di Dunia Berkembang - Panduan Praktis Perencanaan Dan Pembangunan Infrastruktur Komunikasi - Onno W. Purbo Dan Protus Tanuhandaru – Andi, 2011
- Kitab Suci Jaringan Komputer Dan Koneksi Internet - Hasnul Arifin - Mediakom (K), 2011
- Konfigurasi Wireless Routerboard Mikrotik - Hardana Ino Hendriana - Elex Media Komputindo, 2011
- Kumpulan Rangkaian Elektronika Sederhana - Deni Afrianto - Kawah Pustaka, 2011
- Kupas Tuntas Bermacam Aplikasi Generasi Cloud Computing - Wahana Komputer – Andi, 2011
- Langkah Mudah Troublesshooting Komputer- Wahana Komputer, Andi, 2011
- Masuki Dunia Hacker Dengan C++ - Ardi Nursyamsu – Jasakom, 2011
- Membangun Jaringan Komputer Dan Server Internet – Suryadarma - Cabe Rawit (K), 2011
- Membangun Sistem Jaringan Wireless Untuk Pemula - Madcoms - Andi, 2011
- Menggambar Teknik Rangkaian PCB Dengan Protel (Altium) - Heri Andrianto, Agus Prijano, Ratna Dewi – Informatika, 2011
- Mikrokontroler ATMEL AUR (ISIS Proteus Dan Code Version AUR) + CD - Heri Andrianto- Informatika, 2011
- Mikrokontroller ATMEL AVR: Simulasi Dan Praktek Menggunakan ISIS Proteus Dan Codevisionavr - Syahban Rangkuti – Informatika, 2011
- Panduan Lengkap Membuat Jaringan Wireless - Efvy Zamrida Zam - Elex Media Komputindo, 2011
- Pemrograman Bahasa Assembly - Maman Abdurohman - Andi, 2011
- Pengantar Teknik Elektro - Budi Astuti - Graha Ilmu, 2011
- Rahasia Dokter Hard Disk - Sutono - Andi, 2011
- Teknologi Backup + Recovery: Solusi Mudah Backup Dan Restorasi Backup Untuk Unix, Windows, Jaringan, Oracle, Dan Mysql - Rahmat Rafiudin - Andi, 2011
- Teori Dan Modul Praktikum Jaringan Komputer - Iwan Sofana – Modula, 2011
- Tip & Trik Registry Windows 7 - Jubilee Enterprise - Elex Media Komputindo, 2011
- Windows 7 Deployment Kit: Pegangan Wajib Bagi Para Administrator System - Narenda Wicaksono, Andik Susilo – Andi, 2011
- 123 Tip Trik Jitu Mengoptimalisasi Linux Ubuntu - Asdani Kindarto – Andi, 2010
- 48 Jam Kupas Tuntas Mikrokontroler MCS 51 Dan AVR - Dedy Susilo – Andi, 2010
- 60 Teknik Optimasi Jaringan Komputer - Zaki, Ali & Smitdev Community - Elex Media Komputindo, 2010
- Belajar Merakit Komputer - Atang Gumawang – Informatika, 2010
- Best Tools Hacking Dan Recovery Passsword - Jaja Jamaludin Malik – Andi, 2010
- Cara Jitu Pengelolaan Windows Dengan Remote Desktop Dan Administration - Wahana Komputer - Andi, 2010
- Cara Mudah Membangun Jaringan Komputer Dan Internet - Wahana Komputer - Media Kita, 2010
- Elektronika Digital Dan Mikroprosesor Buku 2 - Widodo Budiharto & Sigit Firmansyah – Andi, 2010
- Jago Elektonika Rangkaian Sistem - Frannky Chandra Kawah - Media Pustaka, 2010
- Jaringan Komputer & Internet - Wahana Komputer - Mediakita, 2010
- Kupas Tuntas Database Server 2008 - Cybertron Solution (Smitdev Community) – Andi, 2010
- Langkah Cerdas Mengamankan Dan Menyelamatkan Data Pada Hard Disk – Madcoms – Andi, 2010
- Langsung Praktik Mengelola Jaringan Lebih Efektif Dan Efisien Pada Linux Fedora Dan Windows XP - Edison Siregar - Andi, 2010
- Mengatasi 1001 Kerusakan Komputer - Ahmad Yani - Kawan Pustaka, 2010
- Menjadi Dokter Pc Dan Laptop - Tim E-Media Solusindo - Elex Media Komputindo, 2010
- Mikrokontroler AVR Atmega 8/32/16/8535 Dan Pemrogramannya Dengan Bahasa C Pada Winaur (Edisi Revisi) - Ardi Winoto – Informatika, 2010
- Mudah Belajar Linux Edisi Revisi+DVD - Iwan Sofana - Informatika, 2010
- Panduan Lengkap Microsoft Windows Server 2008 - Madcoms - Andi, 2010
- Panduan Lengkap: Membangun Sharing Koneksi Internet Di Windows, Mikrotik, Linux, Dan Openbsd - M. Linto Herlambang - Andi, 2010
- Panduan Praktis Implementasi Konfigurasi Jaringan MS Windows 2008 Server - Wahana Komputer – Andi, 2010
- Parallel Programming - Teknik Dan Aplikasi Menggunakan Jaringan Workstation & Komputer Paralel - Barry Wilkinson & Michael Allen - Andi, 2010
- Pengantar Jaringan Komputer Dan Cissco CCNA - Iwan Sofana – Informatika, 2010
- Prinsip Dasar Cara Kerja Robot - Saludin Muis - Graha Ilmu, 2010
- Rekayasa Perangkat Lunak - Jamer Simarmata – Andi, 2010
- Seri Panduan Lengkap Microsoft Windows 7 - Madcoms - Andi, 2010
- Sistem Jaringan Komputer Untuk Pemula – Madcoms – Andi, 2010
- Sistem Kendali Cerdas - Dwi Ana Ratna Wati - Graha Ilmu, 2010
- Teknik Berbagai Objek Lewat Jaringan P2P - Ian Candra K - Elex Media Komputindo, 2010
- Teknik Digital Mikro Prosesor Dan Mikro Komputer (Edisi Revisi) - Lukas Willa – Informatika, 2010
- Teknik Digital Prinsip Dan Aplikasinya - Thomas Sri Widodo - Graha Ilmu, 2010
- Teknik Merakit PC Bersistem Operasi Windows 7 - Jubilee Enterprise - Elex Media Komputindo, 2010
- Teknologi Wireless Communication Dan Wireless Broadband - Lingga Wardhana & Nuraksa Makodian - Andi, 2010
- Teori Dan Aplikasi Sistem Digital - Eko Budi Purwanto - Graha Ilmu, 2010
- Trik Memonitor Jaringan - Raf Knowledge, Rahmat Rafiudin - Elex Media Komputindo, 2010
- Trik Mengatasi Masalah Komputer Sehari-Hari Untuk Pemula - Yan Simba Patria - Elex Media Komputindo, 2010
- 100 Tip & Trik Wi-Fi - Jubilee Enterprise - Elex Media Komputindo, 2009
- Aneka Proyek Mikrokontroler PIC16F84/A - Moh. Ibnu Malik Anis Tardi - Elex Media Komputindo, 2009
- Atmega 8 Dan Aplikasinya - Dayat Kurniawan - Elex Media Komputindo, 2009
- Build Your Own Line Follower Robot - Taufiq Dwi Septian Suyadi - Andi Publisher, 2009
- Computer Starter Guide : Mari Mengenal Jaringan Komputer - Eko H. Setianto – Andi, 2009
- Elektronika Praktis - Barry Woolard - Pradnya Paramita, 2009
- Jaringan Komputer - Ahmad Yani - Kawan Pustaka, 2009
- Jaringan Komputer Linux - Samuel Prakoso - Andi, 2009
- Kecerdasan Tiruan Edisi 2 – Siswanto - Graha Ilmu, 2009
- Kumpulan Tips Super! Mandiri Mengatasi Masalah Komputer - Zamakh Syarifani – Mediakom, 2009
- Mastering VPN Client Access Di Windows Server 2008 - Nanang Sadikin - Andi, 2009
- Membangun Sistem Jaringan Komputer - Madcoms - Andi, 2009
- Membuat Sendiri SMS Gateway (ESME) Berbasis Protokol SMPP - Romzi Imron Rozidi – Andi, 2009
- Mempelajari Wimax Secara Tutorial & Visual+CD - Gunadi Dwi Hantoro – Informatika, 2009
- Modern Power System Control - Imam Robandi - Andi Offset, 2009
- Mudah Dan Menyenangkan Belajar - Mikrokontroler + CD - Sulhan Setiawan – Andi, 2009
- Panduan Lengkap Membangun Sharing Koneksi Internet Dari Windows Mikrotik, Linux, Dan Open BSD M. - Linto Herlambang - Andi, 2009
- Pemrograman Logic Controller; Teori, Pemrograman & Aplikasinya Dalam Otomasi Sistem - Handy Wicaksono - Graha Ilmu, 2009
- Pengantar Jaringan Komputer Dan Cissco CCNA + CD - Iwan Sofana – Informatika, 2009
- Robot Visi - Fadliansyah, M. Sayuti, Graha Ilmu, 2009
- Sistem Digital - Eko Polosoro - Graha Ilmu, 2009
- Sistem Kendali Dasar - Rohani Jahja Widodo - Graha Ilmu, 2009
- Teknik Digital Teori Dan Praktik Bagian 1 - Haryo Suprobo - Lumbung Kita, 2009
- Teknologi Wimax Untuk Komunikasi Digital Nirkabel Bidang Lebar - Thomas Sri Widodo - Graha Ilmu, 2009
- Teori Pengolahan Citra Digital - Sutoyo, T, Dkk - Andi, 2009
- WIFI (Wireless LAN) Jaringan Komputer Tampa Kabel - Gunadi Dwi Hantoro – Informatika, 2009
- Rangkaian Listrik - Ramdhani, Mohammad - Erlangga, 2008
- Teori Dasar Rangkaian Listrik - Santoso, Djoko Dan H. Rahmadi Heru Santoso - Laksbang Mediatama,Yogyakarta, 2009
- Pemprograman Mikrokontroller AVR Atmega 16 Menggunakan Bahasa C - Heri Andrianto, 2008
- Mikrokontroller AVR Atmega 8/16/32/8535 Dengan Bahasa C - Ardi Winoto - Informatika Bandung, 2008
- Pemprograman Bahasa C Untuk Mikrokontroller Atmega 8535 - M. Ary Heryanto, ST, Ir. Wisnu Adi P – Andi, 2008
- Pemograman Mikrokontroler AVR ATMEGA 16 Menggunakan Bahasa C - Heri Andrianto - Informatika Bandung, 2008
- Mikrokontroler AVR Atmega8/16/32/8535 Dengan Bahasa C - Ardi Winoto - Informatika Bandung, 2008
- Pemograman Bahasa C Untuk Mikrokontroler ATMEGA 8535 M. Ary Heryanto, ST, Ir Wisnu Adi - Andi, Yogyakarta, 2008
- Pemrograman Berorientasi Objek C# Yang Susah Jadi Mudah!! - Darmawan, Erico Dan Risal Laurentius - Informatika, Bandung, 2011
- Microsoft Visual C# 2010 - Andi Offset, Yogyakarta, 2011
- Cara Mudah Menguasai Microsoft C# 2008 - Andi Offset, Yogyakarta, 2009
- Aplikasi Logika Fuzzy Untuk Pendukung Keputusan - Kusumadewi, Sri Dan Hari Purnomo – Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010
Thursday, September 21, 2017
140 Referensi Judul Buku Teknik Informatika Lengkap Dengan Pengarang Dan Penerbit
52 Referensi Judul Buku Broadcasting Lengkap Dengan Pengarang Dan Penerbit
- Layout Dasar Dan Penerapannya - Rustan Suriyanto - Gramedia Pustaka Utama, 2010
- Strategi Kampanye – PR - Gregory Anne, 2010
- Buku lengkap menjadi kameramen Profesional - Iqro Al-Firdaus - Jakarta Buku biru, 2011
- Menjadi Sutradara Televisi – Nuratama – Grasindo, 2008
- Kunci Sukses Menulis Skenario - Lutthers elisabth – Grasindo, 2008
- How To Be Cameramen - Umbara Dan Pintoko - Bhuana Ilmu Populer, 2008
- Bikin Film Itu Mudah - Widago Dan Winastwan - Andi Morissan, 2008
- Dokumenter Dari ide sampai produksi - Gerzon Ayawaila - FFTV-IKJ Perss, 2008
- Bekerja Sebagai Produser - Fitryan Dennis G - Jakartra Erlangga, 2010
- 5 Hari Mahir Bikin Film - Panca Javendalasta Surabaya - Mumtaz Media, 2011
- Teknik Praktis Riset Komunikasi - Rachmat Kriuyantono - Jakarta Kencana, 2010
- Dasar-Dasar Penulisan – Nurdin - Malang UMM Press, 2010
- Job Description Pekerja Film - Marsseli Soemarno - Jakarta FFTV-IKJ, 2008
- Metode Penelitian Public Relations Dan Komunikasi - Rosady Ruslan - Raja Grafindo Persada, 2008
- Media Relations Sarana Membangus Reputasi Organisasi - Diah Wardhani - Yogyakarta Graha Ilmu, 2008
- Kamus Istilah Pertelevisian - Leli Achlina Dan Suwardi Purnama - Jakarta Kompas, 2011
- Teknik Digital Video Editing Dengan Adobe Premiere Pro1.5 - Bayu Adji Dan Adjie Seno - Jakarta Datacom Lintas Buana, 2008
- Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar - Dedy Mulyana - Remaja Rosdakarya, 2008
- Jurnalistik Online - Asep Syamsul, M.Romli - Nuansa cendikia, 2008
- Broadcasting Radio - Lusi Tamantanto – Pinus, 2010
- Jurnalisme Radio Teori Dan Praktek - Santi Indra Astuti - Sambiosa Rekatama Media, 2008
- Sisitem Komunikasi Indonesia - Nurdin - Raja Grafindo Persada, 2011
- Jurnalisme Dasar - Luwi Iswara – Kompas, 2011
- Penulisan Naskah TV Program Acara Televisi: Drama - Anton Mabruri - Mind & Publishing, 2009
- Jurnalistik Terapan - Syamsudin Yunus - Ghalia Indonesia, 2012
- Komunikasi Profesional Perangkat Pengembangan Diri - Rini Darmastuti - Andi Publisher, 2012
- Komunikasi Internasional Perspektif Jurnalistik - Moh. Shoelhi Simbiosa - Rekatama Media, 2009
- Jurnalistik Petunjuk Teknis Menulis Berita - Sedia Wling Barus - Erlangga, 2011
- Pengantar Dasar Jurnalisme Ed.11 - Tom.T.Rol Nicki - Prenada Media, 2008
- Pengantar Teknologi Informasi - Sutarman - Bumi Aksara, 2009
- Menggenggam Dunia Dengan Internet – Madcoms - Madcoms & Andi Offset, 2010
- Effective Public Relations - Scott M.Cutlip, Allen H. Center, Glen M. Broom – Kencana, 2009
- Edisi Kedua. Cermat dalam Berbahasa Teliti dalam Berpikir - Niknik M Kuntarto - Mitra Wacana Media, 2011
- Komposisi Bahasa Indonesia - Lamudin Finoza - Diksi Insan Mulia, 2008
- Cermat Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi - E. Zaenal Arifin dan S. Amran T - AKA Press, 2008
- EYD Plus + Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan & Pedoman Umum Pembentukan Istilah – Anoname - Victory Inti Cipta, 2011
- Bahasa Indonesia untuk Penulisan Karya Tulis Ilmiah - Yakub Nasucha, Muhammad Rohmadi, dan Agus Budi Wahyudi, 2009
- Jurnalistik Indonesia - As Haris sumadiria - SimbiosaRekatama Media, 2008
- Be a Good Communicator - Hidayat, Dasrun - Elex Media Computindo, 2012
- Sosiologi Media Komunikasi - Bungin, Burhan - Kencana Prenanda Media Group, 2009
- Modul Kewirausahaan - Rhenalt Kasali, dkk - Yayasan Rumah Perubahan, 2010
- Psikologi Kepribadian - Drs. Sumadi Suryabrata, B.A., M.A., Ed. S., Ph.D - Rajawali Pers, 2010
- Public Relations Writing: Media Public Relations Membangun Citra korporat - Rachmat Kriyantono Kencana - Prenada Media Group, 2008
- Event Management - McCartenay, Glann - The McGraw-Hill , 2010
- Event Organizing; Dasar-Dasar Event Manajement - Natoradjo, Sulyus – Gramedia, 2011
- Public Relations Writing : Teknik Produksi Media PR dan Publisitas Korporat - Rahmat Kriyantono - Kencana Jakarta, 2008
- Manajemen PR: Konsep & Aplikasinya di Indonesia - Rhenald Kasali - Pustaka Utama Grafiti, 2008
- Corporate Social Responsibility: Antara Teori dan Kenyataan - Solihin, Ismail - Salemba Empat, 2009
- Crisis Public Relations - Firsan Nova - Gramedia Widiasarana Indonesia, 2009
- Strategic Communications Planning for Effective Public Relations & Marketing - Laurie J. Wilson & Joseph - Hunt Publishing, USA, 2008
- Public Relations & Crisis Management: Pendekatan Critical Public Relations, Etnografi Kritis, dan Kualitatif - Rachmat Kriyantono - Prenada Media Group, 2012
- Manajemen Event - Noor, Any - Alfabeta, 2009
103 Referensi Judul Buku Advertising Lengkap Dengan Penulis Dan Penerbit
- CBT From Illusion To Illustrator CS5 - Tasha Trisiawati - Elex Media, 2011
- Advertising And Promotion : An Integrated Marketing Communications Perspective - Goerge Belch - McGraw-Hill, 2011
- The Power of Word of Mouth Marketing - Melina Melone, Marlin Silviana, Sumardy - Gramedia Pustaka Utama, 2011
- Seru Nggaknya Jadi Copywriter – Apriliana - Gramedia Pustaka Utama, 2011
- Advertising Media Planning - Jack Z.Sissors - McGraw-Hill, 2010
- Colour Manajemen - Link & Mach - Gramedia, 2010
- Digital Work Flow - Ken McMahon - Link & Mach, 2010
- Etika Kehumasan - Rosady Ruslan - Rajawali Press, 2010
- Etika Komunikasi - A.M Hutasoehut - Yayasan IISIP, 2010
- Digital Imaging For Advertising - Rahmad Widiyanto - Elexmedia Komputindo, 2010
- Adobe Photoshop - Budi Permana - Elex Media, 2009
- Trik Dahsyat Menjadi Animator 3D Andal – Aditya - Andi Publisher, 2009
- Movie Animasi 3d Dengan 3d Studio Max - Gilang Wiradinata - Andi Publisher, 2009
- Aplikasi Desian Grafis Untuk Periklanan - M.Suryanto - Andi Yogyakarta, 2009
- Advertising Creative : Strategy - Copy And Design, Thomas (Tom) B.Altstiel - Jean M.Grow, 2009
- Periklanan - Frank Jefkin - Erlangga, 2009
- Advertising And The Mind Of The Consumer - Max Sutherland, Alice K. Sylvester - Gramedia Pustaka Utama, 2009
- Photoshop For The Best Advertising Design - Jubilee Enterprise - Elexmedia Komputindo, 2009
- Visual Merchandising Atrraction - Rudy Yusup Sutiono - Gramedia Pustaka Utama, 2009
- Adobe Primer 6.5 - Adobe System - Pearson Education, 2008
- Bagaimana Biro Iklan Memproduksi Iklan - Agus S Madjadikara - Gramedia Pustaka Utama, 2008
- Hypnotic Writing : Cara Membujuk Dan Meyakinkan Pelanggan (Dan Siapa Pun) Hanya Dengan Kata-Kata - Joe Vitale - Gramedia Pustaka Utama, 2008
- Ngobrolin Iklan Yuk - Budiman Hakim - Galang Press, 2008
- Rumah Iklan - Bondan Winarno - Kompas, 2008
- Manajemen Periklanan Konsep Dan Aplikasinya Di Indonesia - Rhenald Kasali - Pau-Ekonomi Ui Dan Grafiti, 2007
- Prinsip-Prinsip Pokok Periklanan Dalam Prespektif Global - Monle Lee & Carla Jhonson - Prenada, 2007
- The Complete Idiot's Guide To Winning Customer Loyality - Janis S Raya - Gramedia Pustaka Utama, 2007
- Bl Flash 8 Untuk Advertising + Cd - Jubilee Enterprise - Elexmedia Komputindo, 2007
- Advertising Writing - W.Keith Hafer & Gordon E White - West Publishing Company, 2006
- Cerdas Beriklan - Adhi Trisnanto - Galang Press, 2006
- Advertising That Sells - Dyah Hasto Palupi, Teguh Sri Pambudi - Gramedia Pustaka Utama, 2006
- Pengantar Periklanan - Rendra Widyatama - Buana Pustaka Indonesia, 2005
- Cluesless In Advertising - May Liwn - Bhuana Ilmu Populer, 2005
- Advertising The Mind Of The Consumen - Max Shuterland - Gramedia Pustaka Utama, 2005
- Perilaku Konsumen Dan Riset Pemasaran - Belson Simamora - Gramedia, 2004
- Respresentasi Ras, Kelas Feminitas Dan Globalitas Dalam Iklan Sabun - Aquarini Priyatna - P Jalasutra, 2004
- The Fall Of Advertising And The Rise Of PR : Surutnya Periklanan Dan Bangkitnya Public Relations - Al Ries - Gramedia Pustaka Utama, 2004
- Bagaimana Biro Iklan Memproduksi Iklan - Agus S Madjadikara - Gramedia Pustaka Utama, 2004
- Invasi Pasar Dengan Iklan Efektif - Darmadi Durianto - Gramedia, 2003
- Periklanan Promosi Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran Jilid 1 Dan 2 - Terence A. Shimp - Erlangga, 2003
- Semiotika Komunikasi - Alex M.Sobur - Rosda Karya, 2003
- Sihir Iklan - Wahyu Wibowo - Gramedia, 2003
- Tidak Semudah Membalik Tangan (Data Biro Iklan) - Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia - Gramedia, 2003
- Advertising Guide - Sigit Santosa - Gramedia, 2002
- Jalan Tengah Memahami Iklan - Ratna Noviani - Pustaka Pelajar, 2002
- Kamus Advertising - Sigit Santosa - Gramedia, 2002
- Panduan Praktis Menciptakan Foto Menarik - Griand Giwanda - Puspa Swara, 2002
- Terperangkap Dalam Iklan - Sumartono - Alfabeta, 2002
- Warna, Teori Dan Kreativitas Penggunaannya - Sulasmini Darmaprawira - ITB, 2002
- Copywriting : Seni Mengasah Kreativitas Dan Memahami Bahasa Iklan – Agustrijanto - Rosdakarya , 2002
- Terperangkap dalam iklan (meneropong imbas pesan iklan televisi) - Sumartono - Alfabeta, 2002
- Jalan tengah memahami iklan - Ratna Noviani - Pustaka Pelajar, 2002
- Advertising guide book - Sigit Santosa - Gramedia Pustaka Utama, 2002
- Copywriting seni mengasah kreativitas dan memahami bahasa periklanan - Agus Tri Janto - Remaja Rosdakarya, 2001
- Integrafted marketing communication - Uyung Sulaksana - Pustaka Pelajar, 2001
- Menaklukkan pasar dengan equitas merek - Darmadi Durianto - Gramedia, 2001
- Psikologi komunikasi - Jalaludin Rachmat - Remaja Rosda Karya Bandung, 2001
- Tipografi, desain grafis - Danton Sihombing - Gramedia, 2001
- Consumer bahavior, prilaku konsumen dan strategi pemasaran I dan II - J.Paul Peter Jerry C.Olson - Erlangga, 2000
- Media analysis techniques = teknik-teknik analisis media - Arthur Asa Berger - Universitas Atmajaya, 2000
- Riset pemasaran dan perilaku konsumen - Husein Umar - Gramedia Pustaka Utama, 2000
- Periklanan promosi - Terence A. Shimp - Erlangga, 2000
- Teori dasar desain komunikasi visual - Artini Kusmiati - Djambatan, 1999
- Komunikasi pemasaran terpadu - Tom Branaun - Gramedia, 1998
- How to do your own advertising = merancang kegiatan periklanan - Michael Bennie - Elexmedia Komputindo, 1997
- Kiat Sukses Membuat Iklan How to Produce Successful Advertising - AD Farbey - Gramedia Pustaka Utama, 1997
- Kamus istilah periklanan Indonesia – Nuradi - Gramedia Pustaka Utama, 1996
- Advertising management - David A. Aaker dan Jhon G.Myers - Prentice Hall, 1995
- Dasar-dasar komunikasi periklanan - Drs. Alo Liliwevi, MS. - Citra Aditya Bakti, 1992
- Perencanaan media (seri pemasaran dan promosi) - Jim Surmanek - Elexmedia Komputindo, 1991
- Perihal cetak mencetak - George Scheder - Kanisius, 1991
- Tata cara periklanan Klepner buku I dan II (seri pemasaran dan promosi) - J. Thomas Russel dan W. Ronald Cane - Gramedia, 1991
- Mengatur posisi = positioning - Al Ries dan Jack Trout, Alibahasa ; Jakawasana - Erlangga, 1988
- Contemporary advertising - Courtland L Bovee - Irwin, 1986
- Advertising William - M.Weilbacher – Macmillan, 1984
- Periklanan - Tams Djayakusuma - Rosda Karya, 1982
- Teknik analisa media - Arthur Asa B - Gramedia, 1982
- 3D Studio Max – Hendratman Hendy - Informatika Bandung, 2009
- 50 Kreasi Modelling dan Animasi 3D Spektakuler - Aditya, ST & Djalle – Elex Media Komputindo, 2008
- Adobe Illustrator CS3 Untuk Pemula – MADCOMS - Penerbit Andi, 2008
- Adobe Premiere C5 - Sugianto, Mikael - Penerbit Andi, 2012
- After Effect CS5 - Sugianto, Mikael - Penerbit Andi, 2013
- Aneka Kreasi Animasi Dengan Adobe Flash CS3 - Nugroho, Fauzi - Elex Media Komputindo, 2009
- Belajar Membuat Iklan Sukses - Yuliansyah, Hendy - Graha Ilmu, 2009
- Buku Pintar Menjadi MC, Pidato, Penyiar Radio & Televisi - Fanani, Burhan - Penerbit Araska, 2013
- Cara Mudah Menggambar - Apriyatno, Veri - Kawan Pustaka, 2010
- Cara Pintar Berbicara Cerdas di Depan Publik - Khayyirah, Balqis - Penerbit Diva Press, 2014
- Creative Advertising - Santosa, Sigit - Elex Media Komputindo, 2009
- Desain Pop Art - Jayan - Maxicom, 2008
- Digital Fantasi - Widianto, Rahmad - Elexmedia Komputindo, 2009
- How To Become A Cameraman - Umbara, Dicky & Wahyu Wary - Interprebook Lab, 2010
- Ilmu, teori dan filsafat komunikasi Cetakan Ke-3 - Effendy, Onong Uchjana - PT. Citra Aditya Bakti, 2008
- Ilustrasi objek CorelDraw X3 - Islandscript - Elexmedia Komputindo, 2008
- Layout, Dasar & Penerapannya - Rustan, Surianto – Gramedia, 2008
- Manajemen periklanan - Kasali, Rhenald - Pustaka Utama Graffiti, 2008
- Mendesain Logo - Rustan, Surianto - Gramedia, 2008
- Mind Booster - Gammon, Robert - Prestasi Pustaka, 2008
- Ngobrolin Iklan, Yuk! - Hakim, Budiman - Galang Press, 2008
- Panduan Lengkap: Adobe Flash CS3 Profesional – MADCOMS - Penerbit Andi, 2008
- Psikologi Kepribadian - Suryabrata, Sumadi - Rajawali Press, 2010
- Trik Desain 17 Jenis Presentasi yang Fantastik - Jubilee Enterprise - Elex Media Komputindo, 2013
- Tutorial Membuat Objek Dengan 3Dmax - Suhendi, Hendi - Yrama Widya, 2008
- Video Editing dan Video Production – Enterprise Jubilee - Elex Media Komputindo, 2008
Thursday, September 14, 2017
KRL Jakarta Kota - Cikarang Beroperasi Bulan Ini, Cek Rute Dan Jadwalnya
Mulai tanggal 17 September 2017 Commuter Line jurusan Jakarta Kota – Cikarang akan beroperasi. Tentu saja ini merupakan kabar baik bagi para pengguna setia jasa Kereta Rel Listrik (KRL) itu. Jika sebelumnya anda yang memiliki tujuan perjalanan ke wilayah Tambun dan Cikarang terpaksa mengakhiri perjalanan dengan jasa KRL di stasiun Bekasi, kini anda sudah bisa langsung menjangkau tujuan anda tanpa merogoh kocek untuk biaya ojek ataupun angkutan kota.
Beberapa waktu yang lalu, Direktur Prasarana Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Zulfikri menyatakan kepada wartawan, saat ini seluruh prasarana sudah siap dan pengujian hingga terus dapat dioperasikan. Menurut Zulfikri, proyek DDT akan memisahkan jaringan rel kereta api jarak jauh dengan kereta listrik. Dengan demikian, jumlah perjalanan kereta dan kapasitas penumpang dapat bertambah.
Jadwal KRL menuju Stasiun Cikarang sebagai berikut
KA 1304 Mri 05:21 - Ckr 06:32
KA 1308 Jakk 05:41 - Ckr 07:29
KA 1324 Jakk 07:54 - Ckr 09:26
KA 1336 Jakk 08:54 - Ckr 10:35
KA 1350 Jakk 10:29 - Ckr 12:05
KA 1362 Jakk 11:44 - Ckr 13:31
KA 1374 Jakk 13:28 - Ckr 15:00
KA 1384 Jakk 14:31 - Ckr 16:02
KA 1396 Mri 16:08 - Ckr 17:21
KA 1412 Jakk 17:46 - Ckr 19:20
KA 1420 Jakk 18:43 - Ckr 20:24
KA 1458 Mri 22:55 - Ckr 23:54
KA 1472 Jakk 07:05 - Ckr 08:27 Via Pse
KA 1474 Jakk 10:06 - Ckr 11:34 Via Pse
KA 1478 Jakk 16:46 - Ckr 18:18 Via Pse
KA 1480 Bks 04:05 - Ckr 04:28
Jadwal KRL dari Stasiun Cikarang sebagai berikut:
KA 1321 Ckr 05:42 - Jakk 07:16
KA 1331 Ckr 06:45 - Jakk 08:14
KA 1351 Ckr 08:44 - Jakk 10:17
KA 1359 Ckr 09:43 - Jakk 11:14
KA 1369 Ckr 11:05 - Jakk 12:42
KA 1381 Ckr 12:30 - Jakk 13:58
KA 1393 Ckr 12:53 - Jakk 15:38
KA 1405 Ckr 15:10 - Jakk 16:49
KA 1415 Ckr 16:25 - Mri 17:32
KA 1427 Ckr 17:40 - Jakk 19:14
KA 1437 Ckr 19:05 - Jakk 20:15
KA 1443 Ckr 19:32 - Jakk 20:54
KA 1471 Ckr 05:05 - Jakk 06:33 Via Pse
KA 1473 Ckr 07:50 - Jakk 09:28 Via Pse
KA 1475 Ckr 12:17 - Jakk 13:43 Via Pse
KLB Ckr 20:52 - Ckr 21:16
Keterangan :
Ckr (Cikarang)
Mri (Manggarai)
Jakk (Jakarta Kota)
Bks (Bekasi)
KA (Kereta Api)
Via Pse (Lewat Pasar Senen (Kemayoran, Sentiong, Pondok Jati)
Semua KRL berhenti di setiap stasiun kecuali Gambir dan Pasar senen (menuju Ckr)
Thursday, August 31, 2017
Rencanakan Segalanya Kecuali Mati
RENCANAKAN SEGALANYA KECUALI MATI
-T.I. Thamrin-
Bergandeng tangan kami berjalan, jari jemari saling mengunci. Di ujung jalan itu, ujung jalan yang terjun ke laut, kami berhenti. Kami memandangnya, ujung jalan itu, seperti memandang nasib kami sendiri yang putus.
“Mengapa kau bawa aku kemari, Azhar?”
Setatapan kami berpandangan dan ketika mata kami bersabung, tangannya mengerat di genggamanku. Wajahnya pucat dan kaku, tapi kuketahui benar ia sedang bertarung dengan hatinya sendiri.
“Tak ada maksudku membawamu kemari. Kita bertemu di tempat yang kita janjika, tanpa bertukar kata sepatah pun, kemudian kita berjalan asal berjalan. Tak sengaja kaki kita melangkah sendiri kemari. Tapi, bukankah di sini kita memulainya, Agia?”
Azizah tersenyum pada dirinya sendiri. Dengan memelas dipandangnya hampir segala sesuatu yang menyimpan kenangan-kenangan percintaan kami. Laut dengan ombak dan riaknya, nyiur pantaidan cemara, batu, pasir, kerang-kerang…
Ada nada sinis dalam kata-katayang kemudian ia ucapkan.
“Waktu! Alangkah penuh rahasia. Tak terduka, penuh pendadakan! Siapa menyangka aku hari ini akan menangis, padahal kemarin masih tersenyum? Kemarin aku ingin hidup seratus tahun – Sekarang? Benar-benar aku ingin mati pada detik ini juga.
Aku terbalik dan dengan itu matanya kutatap. Kemudian dengan membujuk aku berkata.
“Jangan berkata tentang kematian, Agia. Hidup ini tak sengaja, tak dapat direncanakan. Mengapa pula kita harus merencanakan kematian kita? Rencanakan segala-galanya, Agia, kecuali mati.”
Azizah tersenyum sedikit, hampir-hampir tak menggerakkan bibirnya.
“Rencanakan segala-galanya kecuali mati. Bagus benar kalimat itu. Namun bagiku, lebih baik bunuh diri dari pada dibunuh orang lain.”
Ada ombak besar menyambar ujung pantolanku. Namun bukan karena itu aku terperanjat – kalimat Azizah yang terakhir itulah.
“Kalimatmu itu juga indah, Agia, indah sebagai kalimat. Tapi pengertiannya membangkitkan bulu romaku. Orang mudah menuduhmu egoistis!
Azizah menatapku heran. Katanya, “aku anak ayahku, Azhar, kenapa tidak?”
Aku cukup mengerti maksudnya, tapi kupandang juga ia dengan heran.
“Apakah ayahku tidak egoistis, Azhar? Apa yang ia pertahankan selain egoisme? Ia terlalu bangga dengan dirinya. Apa yang ia banggakan?”
“Ia pantas bangga. Ia Teuku.”
“Apa kau bukan?”
“Tapi aku lahir dari perutseorang perempuan Melayu, seperti katanya. Dan terlebih-lebih ia pahlawan pada zamannya.”
“Pahlawan?”
“Apakah bukan, Agia? Usia lima belas tahun ia sudah bertempur di sisi ayahnya, kakek kita. Dua puluh tiga Belanda dibunuhnya. Kalau tidak Jepang datang…”
“pahlawan pada zamannya. Tepat katamu. Tapi mengapa ia masih ingin menjagoi zaman sekarang? Ini bukan zamannya lagi!”
“Ia sama sekali tak bermaksud demikian. Pada saat sekarang ia hanya ingin jadi jagoan dalam kenang-kenangan masa lalunya.”
Ia meledak tertawa. Setengah berteriak ia berkata, “Tindak menghalang-halangi perkawinan kita, apakah bukan kehendak menjagoi masa kini, Azhar?”
“Ia berhak sepenuhnya, kau anaknya, aku kemenakannya.”
Azizah membalik, menatapku seperti hendak menembusi apa yang ada di balik benakku.
“Azhar!’, serunya tertahan-tahan, “mengapa kau begini? Kau telah mengkhianati dirimu sendiri! Kau…”
“Aku mencoba memahami dirinya, Agia. Aku mencoba menjadi dirinya dengan segala keangkuhan dan segala kebanggan masa lalunya.”
“Kemudian mencoba memahami sikapnya?” timpanya mengejek.
“Tepat, Agia!”
Tertawa ia, Agia itu, anak pamanku, mengiris penuh sinisme.
“Tapi pamanku tidak pernah mencoba memahami kita seperti kau berusaha memahami dirinya! Itu tidak adil!!”
Suaranya seperti hendak menangis, tangis amarah. “Azhar,” katanya gemes, genggamannya mengerat, “kau sudah mengkhianati dirimu. Kau khianati cinta kita! Oh,…”
Pegangannya tiba-tiba mengendur, dan dalam sekali sentak pegangan itu lepas. Ia terjun ketepian berlari menyusur pantai ke arah matahari yang sedang tenggelam. Bayangannya yang panjang sekali-sekali dipermainkan ombak yang pecah di pantai.
“Agia!,” teriakku, melompat mengejarnya.
Ia berlari berliku-liku antara gundukan pohon-pohon panda. Sebentar hilang antara lembah-lembah bukit pasir, kemudian muncul pula di puncaknya.
Sekarang ia mendaki sebuah bukit karang. Tiba-tiba sebelah kakinya tergelincir, keseimbangannya hilang, dan ia jatuh terguling ke bawah. Aku mempercepat lariku, tapi ketika aku sampai ia sudah tegak pula di atas kakinya. Cepat kutangkap kedua lengannya ketika ia hendak melanjutkan perlariannya. Ia meronta bagai gi;a.
“Lepaskan!”
“Agia, dengarkan…”
“Pengkhianat! Kau khianati…Oh…”
“Agia! Dengarkan dulu… Belum habis…”
Sambil menggeleng-geleng kepalanya, ia menggila dalam rontaan. Dicobanya menggigit lenganku. Aku membalik, mengepitnya dari belakang.
“Lepaskan aku najis! Kau…pengecut! Pengecut melebihi kutu busuk!”
Mendadak kukendurkan peganganku. Aku pengecut? Aku?
“Aku, Agia? Aku pengecut?
“Ya, kau! Laki-laki pengecut! Banci!!”
Segera aku lepaslan Azizah. Tidak ada makian yang lebih menyinggung perasaanku selain dari pada kata pengecut. Kakekku gugur dalam perang Sabil dan keberaniannya dari dongengan. Ayahku kawin dengan ibuku, si perempuan Melayu, di bawah ancaman dan kutukanseluruh keluarga. Ia membutuhkan keberanian luar biasa ketika adat masih ketat dan belati masih banyak berbicara dari pada mulut.
Dan aku? Aku anak tunggal orang tuaku, dilahir-besarkan di tengah silang sengketa. Aku menjadi tumpuan ejekan. Kalau aku tidak berani dan tabah, aku akan tumbuh menjadi anak kerdil yang tak punya keberanian mencintai Azizah. Agia, kau melukai dan menghindari harga diriku. Justru kau!
Tanpa kusadari aku sudah bergerak meninggalkan Azizah yang termangu sendiri. Kudaki bukit karang yang satu tebingnya curam ketika ia terjun kelaut. Tersinggung, sedih – itulah keadaanku sekarang.
Di atas bukit karang itu kucoba menentramkan hatiku dengan memandang ke laut lepas. Kudengar angin bersiut-siut, berpilin-pilin, kemudian menjauh dan lenyap entah kemana – untuk mekudian datang kembali entah dari mana. Riak gemercik, gelombang bergoyang di antara tenag, tiba-tiba bagai lepas dari kendali, membumbung dan mengempas di atas batu karang – hancur berkeping-keping.
Sekarang, datang lagi, angin itu, bagai meratap. Benarkah itu suara angin, atau suara jinkah? Tidak, itu suara manusia, suara perempuan, suara Azizahkah?
Kubalikkan badanku dan segera kulihat tubuh Azizah yang terguncang menahan tangis. Bagai gundukan pasir diterbangkan angin, rasa tersinggungku pun lenyap seketika. Segera ia kudatangi dan kusapu pundaknya. Ibanya datang dan tubuhnya tambah terguncang, meliuk-liuk bagai nyiur ditayang angin.
“Agia,” aku mencoba membujuk.
“Cut Azizah itulah namamu. Ada kau dengar? Kau anak ayahmu, mengapa begitu cengeng?”
Aku mengangkatnya. Kubiarkan ia tegak di atas kakinya, walaupun ia mencoba menggandul
“Jangan kau biarkan kebanggaan dirimu hancur, Cut Azizah. Kembalilah kepada dirimu, kepada keberanian dan harga dirimu.”
Aku memandangnya langsung ke dalam matanya. Tersenyum malu-malu, ia menyeka air matanya.
“Untuk punya keberanian dan harga diri, seseorang harus punya tempattegak, suatu kepercayaan, suatu keyakinan. Kaulah, Azhar, keyakinan dan kepercayaanku selama ini. Karena kaulah aku selama ini berani. Tapi sekarang kau hendak meninggalkan aku – kukira. Tinggalah aku sendiri…”
Aku tergelak. Ujarku, “Kau sendirian? Kau? Mana mungkin aku meninggalkanmu. Bagiku mundur sudah pasti hancur, tapi kalau maju belum tentu. Kecuali kalau kau…”
Perkataanku putus ketika ia memandangku langsung ke dalam mataku. Senyum berkaca di matanya. Dipegangnya tanganku, diciumnya.
“Jangan membantah, Azhar. Kau tadi tersinggung.”
Ada jarak waktu ketika aku menjawab, “untuk berkata benar, ya!”
Aku ragu, apakah perlu penjelasan? Lalu, makilah aku, Agia, sekotor-kotornya makian. Pengkhianat? Sebutlah ia dengan segala padanannya, aku masih bisa tersenyum. Untuk menjadi penkhianat masih dibutuhkan keberanian. Tapi pengecut? Lebih nista dari barang apapun yang tak berguna.
“Aku dilahirkan karena keberanian orang tuaku. Tanpa keberanian mereka, aku tidak akan pernah lahir seperti yang kau lihat sekarang, seperti yang kau cintai sekarang.
Azizah menunduk, kuangkat dagunya. Kataku, “Pandanglah aku, Agia, bertampang pengecutkah aku? Seorang pengecut tidak akan berani memandangmu, jangankan mencintaimu. Siapa kau? Kau puturi uleebalang* yang kelewat angkuh, puteri pahlawan yang terlewat bangga akan dirinya. Risiko mencintaimu, Agia, risiko darah. Mengerikan engkau?’
Angin-angin menyerang diriku, namun bukan karena itu tubuhku menggigil – ada yang datang dari diriku sendiri.
“Maafkan aku, Azhar” kata Agia. “Aku panik tadi, hingga salah pengertian.”
Suara itu datang seperti embun menitis pada daun yang kegerahan
“Tiada maaf di antara dua orang saling mencintai. Yang harus ada pengertian, sedalam-dalamnya pengertian.”
Aku merasa lega seperti beban berat telah dipunggah dari pundakku.
“Pengertian-pengertian itu kah yang hendak kau cari dari ayahku?”
“Sedapat-dapatnya demikian. Kalau kita dapat memenangkan sesuatu dengan pengertian, mengapa pula harus dengan belati?”
Kutatap Azizah untuk mendapatkan kekuatan dan menduga kekuatannya sendiri untuk menerima pernyataanku ini. Lalu aku menandaskan, “Untuk itu, barangkali sekali-kali perlu benturan!”
Tanpa kami sadari hari sudah menjadi malam. Laut yang hitam dibintangi pelita perahu-perahu nelayan, sebentar seperti ditelan kelam, kemudian muncul lagi dari ketiadaan. Langit tanpa bulan – kalaupun ada cahaya, itu kerlipnya bintang-bintang.
“Azhar,” tiba-tiba suara Azizah cemas, “hari telah malam, Orang tuaku pasti cemas dan curiga. Apa kata mereka?” Aku sendiri cemas, cemas, cemas itu kucoba kukendalikan.
“Tenang, Agia. Coba kita cari pemecahan. Kau akan kuantar ke orangtuamu dan aku akan mempertanggungjawabkannya.”
“Entahlah. Itulah yang sedang aku pikirkan.”
Diam. Lama kami diam dalam pikiran masing-masing. Sekadar untuk hanya tinggal diam, kuseret Azizah mendaki bukit karang. Rambut Azizah yang panjang sampai ke pinggang ditayang ke sana kemari. Ia merapatkan dirinya mencari panas tubuhku. Kulilitkan lenganku ke pinggangnya dan dalam keadaan demikian kami menatap laut dengan khayal jauh melampaui horison.
Tiba-tiba terdengar langkah mendekat dan cepat kami membalik sambil merenggangkan jarak. Seorang yang perkasa telah berdiri di hadapan kami. Aku terbelalak. Azizah menutup mukannya.
“Ayah! Oh…” Azizah tergagap-gagap.
“Kalian!”, orang tua itu menunjuk langsung ke mata kami. Telunjuknya menggelegar karena marah.
“Kalian anak haram jadah! Kalian percikkan kotoran babi ke muka kami. Anak haram jadah!”
Ia memandangku langsung sekarang, tumpuan segala segala kesalahan. Matanya yang bulat sperti hendak menelanku mentah-mentah.
“Kau! Pembawa najis, kau zinai anakku!”
“Paman, hati-hatilah dengan kata-kata. Kata-katamu yang telah menodai anakmu, bukan perbuatanku!”
“Dajal! Kau, anak perempuan Melayu!”
“Ayah…!” seru Azizah.
“daj-jal!”
Paman dengan sigap menyerangku. Pendadakannya mengagumkan. Azizah memekik. Entah dimana ia menyelipkan rencongnya, tapi tiba-tiba rencong itu sudah di tangannya saja. Aku bukan tandingan paman, rencong itu sudah masuk ke perutku. Aku rubuh.
“Ayah! Kau bunuh kemenakanmu sendiri… Kejam, kejam…,” lolong Azizah.
Paman mencabut rencong daroi perutku, darah menetes dari ujungnya. Azizah hendak menubrukku. Tapi ayahnya menghardik
“Berdiri di tempatku, Agia! Kaupun akan mendapatkan bagianmu.”
Paman mendekat dan Azizah benar-benar berdiri di tempatnya. Lengan orang tua yang berbulu tebal itu menggigil, alisnya yang tebal bersambung di pangkal hidungnya. Sorot matanya dan bentuk bibirnya menunjukkan kekerasan hatinya. Laku-laki pada zamannya, pamanku itu. Paman semakin mendekat, rencong telanjang merah di tangannya.
“Kuabayari kau memperalat diri dengan ilmu barat, Agia, karena kutahu zaman telah berubah. Dulu kami berperang dengan kelawang, tapi orang kini menghancurkan sebuah negeri dengan menekan tombol. Tapui bagaimanapun majunya seseorang dengan ilmunya, satu hal yang orang tidak boleh lupa bahwa seseorang itu lahir karena orangtuanya. Tapi kau! Kau kelewat pintar, hingga aku, ayahmu, kau lawan. Tapi sebagai orang Aceh, aku tahu benar bagaimana memperlakukan pengkhianat, walau ia anaknya sendiri.
Azizah mengangkat kepalanya dan dengan berani ditantangnya mata ayahnya. Cetusnya, “Aku sependapat denganmu ayah dalam segala-galanya, kecuali dalam satu hal. Ayah terlalu angkuh, terlalu rakus dengan harga diri, hingga dengan anak dan kemenakan sendiri enggan berbagi…”
Belum habis kata-kata itu, paman sudah melompati Azizah. Tapi Azizah benar-benar anak ayahnya. Ia cepat mengelak dengan lompatan dua-tiga tindak ke samping. Sekarang ia berdiri tiga-empat meter dari tempat ayahnya tegak.
“Ayah tidak akan dapatkan aku,” katanya, “Aku bangga dengan dirimu ayah, tapi juga dengan diriku sendiri.”
Paman mengunyah giginya. Geram memancar dari wajahnya, terutama matanya itu. “menyerahlah, Agia. Matilah di tangan ayahmu sendiri. Aku akan menusuk langsung di janntungmu, mati yang seketika tidak akan membekaskan sakit.”
Azizah mengerling laut di sampingnya, matanya berkaca-kaca oleh senyum kemenangan. “Nyawaku adalah harga diriku. Dia tidak akan kuserahkan pada orang lain, walau ia ayahku sendiri.”
Paman pucat. Ia menyadari benarapa yang akan dilakukan oleh anaknya. Dia menggeletar seperti dahan kering dipukul angin. Dia memandangku mengharapkan pertolongan, tapi siapabisa mencegah tekad yang sudah membulat? Dan aku sendiri lumpuh.
Agia, tunggu!”, teriak bagai hendak terbang. Tapi secepat itu pula Azizah melemparkan dirinya, menggelinding sebentar melalui tebing bukit, kemudian segera dihela ombak dan digulungnya sekali.
Mata paman terbelalak dengan mulut yang merongga. Ketika tubuh Azizah muncul sebentar dipermukaan dipermainkan ombak, paman berteriak.
“tolong dia!”, dan paman pun terjun. Kulihat ia mencoba berenang. Tapi ombak terlalu gila untuk orang setua dia – betapa pun perkasanya ia pada masa mudanya. Ia dihempaskan kesana-kemari, dilambung dan ditenggelamkan, namun masih tetap berusaha berenang. Beberapa kali ia menelan air laut, lalu tenggelam, lama tidak timbul. Sekali ia muncul di puncak ombak, dogoyang sebentar, kemudian lenyap dan tidak muncul lagi.
Mataku berkunang-kunang oleh darah yang terlalu banyak keluar, dan oleh dua adegan yang baru berlalu di depan mataku. Ingin aku menangis, meolong, bahkan terjun bersama mereka di laut. Tapi aku sudah terlalu lemah.
“Rencanakan segala-galanya kecuali mati,” aku mencoba mengulang kata-kataku sendiri. Apakah mereka merencanakannya – kematian itu? Apakah tangan nasib turut campur? Ah, terlalu banyak jawaban yang ingin kudapatkan untuk begitu banyak bertanyaan.
Selubung teramat gelap jatuh menutupi bola mataku. Persetan, apakah ini namanya mati?
1991
Catatan:
Meutia Sudah Berhenti Bertanya
Meutia Sudah Berhenti Bertanya
T.I. Thamrin
MEUTIA berusia lima tahun. Bijaknya bukan main. Dia cepat akrab dengan setiap orang yang baru dikenalnya. Dan mulutnya segera saja bercerocos: “Oom (atau tante) siapa namanya, di mana tinggalnya, mengapa lengannya berbulu panjang.” Atau: “Mengapa sih bintang lebih banyak dari bulan dan mengapa tidak jatuh-jatuh seperti buah empelam.”
Ayah atau ibunya capek melayaninya dan sering-sering jadi kesal” “Meutia kapan kau henti bertanya?”
Meutia memang henti bertanya – tapi tidak lebih dari sepuluh menit. Setelah itu mulai lagi ia dengan kicauannya. Jika ia sendirian, tentu ia mengambil bonekanyayang dibikinin ibu dari kain-kain perca. “Hei, dakocan, siapa namamu?” Tentu saja boneka itu membisu. “mengapa kau diam, bego? Hei, hei – hei budek,” Meutia menampar-nampar pipinya, “anak siapa kamu? Mengapa kamu tak pernah be’ol?”
Andaikatapun Meutia diam, diamnya diam berpikir. Dalam kediamannya itulah dikumpulkannya seluruh pertanyaan dalam dirinya yang tak terjawab, untuk kemudian diajukan kepada orang yang pertama-tama ditemuinya.
Suatu hari dengan nafas yang tersengal-sengal Meutia menemui ibunya yang sedang merajang bawang di dapur. “Ibu?” katanya.
“Apalagi Meutia?”
“Apa artinya ‘ibu’?”
Ibu itu tersenyum, membelai ubun-ubun anak tunggalnya. Lalu, “Ibulah yang melahirkanmu, sayang.”
Mata Meutia yang hitam bundar itu berputar-putar. “Apa itu ‘melahirkan’? cetusnya.
Sesaat sang ibu ragu. “Mengeluarkan, mm…, mengeluarkan kamu dari perut ibu.”
“Dulu Meutia di dalam perut?!” serunya dengan heran, memandang perut ibunya. “Iddih.”
“Waktu itu kau masih kecil dan lemah sekali. Ibu harus melindungimu, sayang.”
Dahi anak itu mengerut, cuping hidungnya kempas-kempis. Katanya, “Tapi mengapa tidak ayah saja?”
Ibu tertawa. “Ayah harus kemana-mana untuk mencari uang buat kita. Ia pasti akan keberatan jika harus membawamu di dalam perutnya… Meutia, Meutia, tak habis-habisnya yang kau tanyakan…”
Jangankan Meutia, ibu sendiri tak tahu pekerjaan ayah. Kalau Ibu bertanya, ayah menjawab sepatah kata: ngojek. Jawaban itu dan dapur yang tetap berasap sudah cukup bagi perempuan sederhana itu.
Dulu, sang suami pernah menjadi pegawai, kemudian karena rasionalisasi, mencoba melamar ke sana kemari, sia-sia. Satu-satunya yang bisa dilakukan ya ngojek itulah. Hasilnya tidak banyak, tapi untuk mengempani tiga kepala yang hidup sederhana memadailah.
Apa pun pekerjaannya, Meutia bangga akan ayah. Ia merasa ayahnya yang paling gagah di antara semua ayah teman-temannya. Ayahnya yang paling hebat dalam penglihatannya. Hanya ayahnya yang “memiliki” banyak kendaraan. Kadang-kadang ayah naik skuter, lain kali dengan sepeda kumbang, kali lainnya mengendarai sepeda motor. Memang benar lebih banyak ia naik sepeda atau berjalan kaki, tapi sesekali juga naik mobil.
Pada ayahnya Meutia manjanya tak kira-kira. Begitu ayahnya datang ia sudah memburunya atau menantinya di ujung gang. Kalau ayah di rumah tentu ia sedang mengelendor di pangkuannya. Ada saja yang ia kerjakan dengan ayahnya. Menarik-narik hidung atau daun telinga, mengusap-usap bulu dada, mengorek-ngorek pusar, mengelitik-gelitik. Seringkali ia jatuh lelap di pangkuan ayahnya.
Makanya ia sedang ngambek kalau ayah terlambat pulang. “Benci’ deh, benci’! Ngelayap mulu sih…”
Satu waktu, ketika malam sudah larut tapi ayah belum pulang meutia menjadi marah besar. Ngambek. Tapi ayahnya tak mengerti mengapa ibunya menangis.
“Mengapa ibu menangis?” Ajuknya
“Mata ibu kena uap bawang.”
“Tapi kenapa ayah belum juga pulang?”
Ibu itu tak menjawab, malah ia menambah tangisnya. Jadinya Meutia ikut-ikutan menangis, walau ia tak mengerti mengapa ibunya menangis dan mengapa ia ikut-ikutan menangis. Memang ia suka ngambek kalau ayahnya terlambat pulang, tapi kalau sampai menangis tidak pernah.
“Benci’ deh! Kalau lambat pulang, bilang-bilang kek…” ia ngedumel.”
Hari-hari berikutnya hari-hari yang sepi bagi Meutia. Betul teman-temannya banyak dan ia sukai, tapi baginya ayah adalah segala-galanya. Ya, ayahnya, ya temannya, ya kakaknya, ya mainannya. Biar ia tanpa teman-teman, tanpa seluruh tetangga, tanpa es mambo dan mie bakso, asal bersama ayah. Hampir tiap lima menit ia menanyakan ayah. Bahkan kepada setiap yang lewat: “Tante (atau oom), lihat ayah Meutia?” Bahkan kepada boneka dan si Prawan, kucingnya, ia tanyakan. Tengah malam ia terbangun dan segera menanyakan ayah. Ibunyalah yang pertama-tama harus menjawab semua pertanyaan itu, tapi bagaimana menjawabnya?
“Emangnya ayah pergi ke mana, bu? Tuntutnya.
“Ayah pergi cari uang untukmu, yayang.”
“Tapi kenapa tak pulang-pulang. Kemarin-kemarin juga cari uang tapi selalu pulang, bukan?” Ibu terdiam.
“Kalau tak pulang, perginya kemana bu?” desak Meutia
“Pergi…, pergi ke tempat yang duitnya banyakan…”
Muka yang cantik itu cemberut. Rajuknya, “Biar duitnya banyakan, kalau yah nggak pulang-pulang, Meutia benci’ deh, - benci’, benci’… B-E-N-C-I!”
Sepanjang hari Meutia tidak mau makan. Sampai menangis, Ibu sambil membujuk, anak itu tetap membangkang. Nakalnya jadi keterlaluan. Piring nasi yang disodorkan dilemparkannya, membentur dinding dan pecah berantakan. Si prawan menerima bagiannya pula. Setiap kucing itu mencoba berhandai-handai dengan nona ciliknya, pasti kena sasaran. Kena tendang yang datangnya beruntun, timpukan batu atau pukulan gagang sapu, diludahi dan dikentuti. Dan caci-maki jangan kata lagi.
“Habis…, kita benci,” sungutnya.
ESOK paginya Meutia dibangunkan lebih cepat. Biasanya kalau dibangunkan ibunya, Meutia bangkit dengan segera. Tapi sejak ayah tidak di rumah, anak itu suka membangkang.
“Bukankah kau ingin ketemu ayahmu, sayang?”
Dengan cepat Meutia bangkit. “Ayah sudah pulang?” bersemangat dan tiba-tiba wajahnya menjadi cerah. Bola matanya yang hitam kental itu hidup kembali.
“Tidak Meutia, kita akan mengunjunginya.”
Meutia melompati leher ibunya dan membiarkan dirinya digotong ke kamar mandi. Kata-kata mengalir terus dari mulutnya.
“Tapi, di mana tinggal, ibu?”
“Oh…,tinggalnya, ayah tinggal di – di asrama…”
“Di asrama? Ngapain di sana. Ayah tidak tinggal sama kita lagi?”
“…ia sekolah. Suatu hari tentu ia akan kembali kepada kita.”
Mereka bertemu di sebuah kamar yang luas dari sebuah rumah yang teramat luas di mata Meutia. Pintu dan jendelanya besar-besar dan mesti ada jeruji-jeruji besinya, bahkan sampai-sampai ke lubang angin dan lubang got. Sekolah apaan ini, pikir Meutia. Tiba-tiba ia melihat ayah keluar, dan hampir ia berteriak dan memburunya kalau ia tidak melihat ayahnya diiringi seorang berpakaian seragam yang berwajah seram. Ayah tampak kurusan, wajahnya kuyu, matanya sayu. Jarang ibu memeluk ayah di depan Meutia, tapi sekali ini ibu merangkul ayah bukan saja di depan Meutia, tapi juga di depan banyak orang. Ibu menangis dan kelopak mata ayah basah.
Melihat semua ini Meutia meraung-raung. Ayah segera merangkul Meutia, membenamkannya ke dadanya, dan Meutia memeluk leher ayah, menenggelamkan dirinya dalam-dalam ke relung dada ayahnya. Mereka bertiga bersirangkulan dan bersitangisan.
“Mengapa kau lakukan itu, Irham? Aku tidak menagih apa-apa darimu, bukan?” kata ibu dengan sesal. Kepala ayah terkulai.
“Kenapa kau terima juga barang titipan GAM itu, Irham. Irham, kau tak sayang kepada anakmu dan kepadaku…”
Ayah menarik nafas, nafas itu keluar dari hatinya yang menyesali. “Baru kali ini aku melakukannya, Sofia,” katanya dengan melenguh, “Kusangka bisa lolos dan mengakhiri kemiskinan kita…”
PENJARA itu hanya beberapa meter dari rumah Meutia. Selama ini ia tak pernah ke sana. Tapi kini hampir saban hari Meutia lewat di depannya, jika ibu kebetulan keluar menjajakan kain kepada kenalan-kenalannya. Tapi tak pernah dilihatnya ayahnya. Ingin ia masuk dan menanyakannya. Tapi sejak hari pertama bertemu di penjara, ia merasa ngeri melihat orang-orang berpakaian seragam. Wajah mereka kaku, jarang tersenyum, dan mata mereka sama sekali tidak ramah, sekalipun ketika mereka sedang tersenyum.
Akhirnya ibunya tahu kalau Meutia sering-sering lewat di depan penjara. Ia mau melarangnya, tapi tak sampai hati. Anak itu sudah berubah, pikirnya. Omongannya mulai kurang. Jika seseorang masuk ke halaman rumah, cepat-cepat ia lari ke depan dengan mata berharap. Tapi ternyata yang masuk bukan orang yang diharapkan-harapkannya, sorot matanya menjadi gelap kembali.
Suatu hari Meutia pergi ke penjara lebih pagian dari biasa, ketika ibu sedang tidak di rumah. Sekarang ia tidak saja lewat, tapi juga singgah. Di bawah pohon beringin di depan penjara ia duduk menunggu. Belum lima menit ia menanti, serombongan orang-orang berpakaian cabik-cabik dan kotor keluar melalui pintu gerbang penjara. Di bahu tersandang cangkul seorang satu, sebagiannya gembor penyiram tanaman. Kebanyakan kurus dan pucat, melangkahkan kakinya dengan hati yang berat.
Satu-per satu Meutia meneliti muka-muka yang keluar dari pintu gerbang jeruhi besi. Tiba-tiba hatinya bersorak. Mendadak sontak ia bangkit dan memburu ke sana.
“Ayah, ayah, ayah!!” teriaknya beruntun bagai tak putus-putusnya. Semua orang tercengang, ayah malah terperanjat. Dilihat Meutia beberapa orang berseragam melototinya, tapi ia tak ambil peduli.
“Meutia!”
“Ayah!”
Meutia melompati ayahnya, mereka berpelukan. Ayah menciumnya bertubi-tubi, seakan-akan tak akan habis-habisnya. Meutia mengganduli leher ayah erat-erat, meraba-raba telinganya, hidungnya, rambutnya, mencium kulit lehernya.
“Ayah,” sedunya, “mengapa ayah tak pulang-pulang. Mengapa…” Seseorang menyentakan ayah. Dan anak beranak itu jatuh bersama dengan Meutia di atas perut ayahnya.
“Irham! Kau telah melanggar peraturan penjara. Campakkan anak itu dan izin kerja luarmu kuusulkan dicabut!”
Perlahan-lahan ayah itu merenggangkan dirinya dari darah dagingnya sendiri. Meutia dengan ketakutan yang amat sangat mundur dan terus mundur, sampai ia tersandung akan beringin dan jatuh. Tapi tak seorangpun menolongnya berdiri. Aneh, anak itu menangis. Dengan wajah pucat ketakutan ia bangun lagi, membalik, lalu lari.
MEUTIA sudah duduk di kelas satu SD, ayah belum pulang juga. Benar ia tak pernah lewat di depan penjara lagi, benar ia tak pernah menanyakan ayahnya lagi, tapi itu tidak berarti ia telah melupakannya. Mulutnya diam, tapi matanya bertanya. Inilah yang membikin ibunya bersusah dan bersedih hati. Lebih baik anak itu meraung-raung, pikirnya daripada diam begitu, memendam sendiri seluruh keperihan hatinya, dengan mata yang menagih. Wajahnya pucat-pasi.
Jika Meutia berbaring di tempat tidur, matanya yang suram itu menatap langit-langit, tapi seperti tak melihat sesuatu di sana. Dan mata itu hanya awas terhadap suara langkah orang mendekat dan begitu orangnya tampak, mata itu merintih. Ini yang bukin hati ibunya seperti diremas-remas.
Suatu hari seorang Oom datang. Begitu melihat tampangnya, Meutia jatuh benci. Ia semakin membencinya ketika melihat cara orang itu menatap ibunya dan cara ibunya melayani orang itu. Pulangnya si Oom, memberinya uang, tapi Meutia Cuma menatapnya tanpa emosi. Lalu begitu saja ia pergi.
“Meutia!” seru ibu.
Tapi Meutia terus ngeloyor pergi seolah tak mendengarkan sesuatu. Untuk pertama kali ibu itu merasa hilang kewibawaannya.
Sementara ayah telah dipindahkan ke penjara lain sejak insiden itu. Barangkali sebagai hukuman akan kesalahannya melanggara peraturan penjara. Seseorang dari luar penjara tidak boleh begitu saja bertemu dengan orang-orang hukuman, tanpa mendapat izin lebih dahulu dari petugas penjara. Belum tentu pelanggaran itu dilakukan orang hukuman, tapi yang pernah bersalah akan terus dianggap bersalah.
Tak seorang petugas penjara pun tahu ke mana pindahnya ayah. Ibu ingin langsung menanyakan kepada kepala penjara, tapi “Kepala terlalu sibuk” kata mereka. Terlalu besarkah kesalahan Irham, pikirnya, hingga bertemu dengan anak-istri sendiri tidak boleh? “Suami ibu membantu pelarian GAM, dan itu sama artinya menjadi anggota GAM,” jawab mereka. Atau setidak-tidaknya saya dapat mengetahui di mana ia berada? “Nanti setelah ia dibebaskan,” kata mereka lagi.
Hampir setahun kemudian suami dari seorang istri dan ayah dari seorang anak itu memang akhirnya pulang. Pulang dengan tandu dan sudah menjadi mayat. Agaknya kesedihan telah merenggutnya dari kehidupan. Ibu meraung-raung, tapi Meutia tidak. Ia Cuma menatap dengan air mata yang berlindang-linang. Dari mulutnya sepatah kata pun tak keluar, sebuah isak pun tidak. Utusan Kepala Penjara datang mengusap-usap kepalanya, tapi anak itu menepisnya. Matanya menatap dengan protes.
Sebenarnya hari sama sekali tak bersiap untuk menerima suasana duka cita. Udara terlalu cerah, matahari bersinar dengan garangnya, seakan hendak melelhkan bumi beserta isinya. Tapi bagi Meutia hari itu terlalu gelap. Ia bukan saja telah kehilangan ayahnya juga kehilangan dunia.
Hari-hari selanjutnya hari-hari tanpa makan bagi Meutia. Paling-paling sepotong roti, itu pun dengan enggan. Yang paling banyak adalah minum. Si Oom membelikannya susu, tapi yang diinginkannya cuma air putih. Tubuhnya semakin pucat dan semakin kurus. Biji matanya tetap hitam, tapi kehangatannya telah sirna. Dan pendiamnya sekarang seperti orang gagu. Dia Cuma bisa menggeleng dan mengangguk. Kalau ibunya bertanya, “Apa maumu Meutia, sayang?”, paling-paling ia hanya menjawab dengan sepotong kata: “ayah”. Dan ibu itu menjadi tersedu-sedu.
Setelah ayah Meutia diantar ke kuburan, si Oom tambah sering datang. Ibu tak kuasa menolak, karena di samping laki-laki itu hampir tak punya cacat (dan ia masih bujangan, katanya), ibu dan anaknya harus makan. Ibu itu memang benar-benar perempuan dapur. Selain memasak dan mengurus anak, ia tak bisa apa-apa. Kalu tidak dibantu si Oom, barangkali isi lemari pakaian sudah lama pindah ke tukang loak.
Yang membikin bingung ibunya, Meutia tak berujung tak berpangkal membenci si Oom. Taruhlah ketika ayah masih hidup hingga si Oom dapat dianggap saingan ayahnya, tapi sekarang? Bermacam-macam cara si Oom mencoba memikat anak itu, tapi Meutia tetap tak menyukainya. Setiap si Oom datang, Meutia mesti menyingkir. Kalau tidak ke rumah tetangga, tentu (hampir selamanya, kecuali malam-malam) ke kuburan ayahnya.
“Sejak ayah nggak ada, si Oom suka datang ke rumah,” ia mengadu kepada gundukan tanah yang menimbuni jasad ayahnya. “Meutia benci’, deh!” Kemudian air matanya berlinang, tak henti-hentinya berlinang.
Sang ibu mengetahui juga anaknya suka ke kuburan ayahnya, tapi ia tak kuasa melarang. Ia merasa anak itu sudah mulai menjauhinya. “Jangan-jangan Meutia sudah mulai membenciku”, keluhnya “Ya Tuhan”, ia memanjat doa, “cabutlah nyawa dari tubuhku, tapi jangan cabut cinta anak kandungku sendiri…”
Malam ia mencoba mendekati Meutia ketika mereka sudah berbaringan di tempat tidur. Ia mencoba berbicara dari hati ke hati.
“Meutia, yayang. Sayangkah engkau kepada ibu?”
Meutia diam, mata hitamnya menatap langit-langit.
“jawablah, Meutia. Oh…” Meutia mengangguk.
“Ibu mencintaimu, menyayangimu melebihi dari segala-galanya yang ada di dunia ini. Lebih baik ibu mati dari pada tidak mencintaimu dan tidak engkau cintai…”
Tiba-tiba Meutia membalik dan menerkam dada ibunya. Mereka berpelukan dengan eratnya, dan menangis dengan tersedan-sedan. Setelah mereda, ibu melanjutkan.
“Ibu mencintai ayah seperti juga engkau mencintainya… Tapi cinta tak usah ditunjukkan dengan wajah murung yang berlarut-larut. Ibu sekarang sangat rindu dengan kicaumu dulu. Ibu rindu akan mulutmu yang bijak dulu, yang tak henti-hentinya bertanya…”
Ibu menimbang-nimbang sekejap dua kejap. Lalu, “Ketika kita bertemu ayah pertama kali di pen…, di asrama itu, ayah berpesan agar menjagamu baik-baik, dan mendidikmu baik-baik. Itu hanya bisa kita lakukan bersama-sama, Meutia, aku dan engkau. Mengertikan engkau, yang?”
Anak itu diam mempermainkan lidah dalam mulutnya.
“Sekarang ayah sudah tiada… Kita tak dapat menunggunya lagi di dunia ini, kita hanya bisa bertemunya lagi di akhirat… Yang dapat kita lakukan, nak, mendoakannya. Mau pulang ke Aceh, kampung kita sudah dibakar orang, juga sekolah. Kita terpaksa bertahan di sini. Tapi seorang yang lain harus… - harus…”
Meutia menggelengkan wajahnya ke kiri. Yakni tempat ayahnya biasa berbaring dan bercanda dengannya menjelang tertidur, dahulu.
“…Bukankah – bukankah si Oom baik kepadamu, Meutia?”
Meutia tidak menjawab, bulu matanya yang hitam lentik itu dirapatkannya. Ia berbaring tak bergerak-gerak seakan-akan lelap.
“Oh, Meutia. Kalau dapat ibu tak kawin lagi. Sungguh, Nak! Tapi ibu tak dapat. Ibu tak dapat mencari uang sendiri. Itulah jeleknya jika perempuan itu bodoh… Kukira si Oom…”
Tiba-tiba Meutia membalikkan punggungnya, memantati ibunya
“Meutia benci!” serunya.
“Meutia, si Oom menyayangimu. Ia selalu menanyakanmu, keadaanmu…” Ibu masih berusaha membujuknya.
“Pokoknya, pokoknya benci! B-E-N-C-I!”
“meutia,” suara ibu jadi tinggi.
Meutia terisak-isak, dibenamkan mukanya ke bantal dan di sana air matanya membanjir. Ujung bantal digigit-gigitnya dengan geram.
“kalau si Oom tinggal – tinggal bersama kita, Meutia lebih baik pergi! Meutia lebih baik ikut ayah!”
IBU muda itu bingung. Menurutnya si Oom calon ayah tiri yang paling baik dan paling tepat untuk Meutia. Tapi entah mengapa anak itu membencinya tak tanggung-tanggung dan dengan alasan yang tak masuk akal. Sebenarnya ia ingin menjada saja demi Meutia. Tapi ia tak tahu bagaimana mencari uang. Dan lebih membingungkannya lagi, ia sudah termakan budi. Si Oom sudah berbuat segala-galanya untuk membantu mereka. Dialah yang membantu penguburan ayah, biaya dan pelaksanaannya. Dan biaya dapur sebelum dan sesudah ayah meninggal darimana kalau tidak dari si Oom?
Oleh karena itu ia tak dapat menolak kedatangan si Oom, walau ia tahu Meutia membencinya. Ia ingin menolak, tapi ia tak dapat. Jadinya ia bertambah bingung, ibu itu.
Sementara itu, tubuh Meutia boleh dibilang tinggal kulit dan tulang. Dua kali anak itu menderita. Batinnya, karena terus-menerus mengenang ayahnya. Jasmaninya, karena makannya enggan. Dan semakin rajin ia mengunjungi makam ayahnya, kadang-kadang dua kali sehari, pagi dan sore, terutama kalau hari libur. Pelajarannya jadi mundur. Meutia hari ini bukan lagi Meutia dahulu.
Ibu sudah menyerah apa kata nasib. Ia merasa sudah gagal sebagai seorang ibu, dalam hal ini ibu Meutia. Tapi perempuan itu masih mencoba berusaha, barangkali untuk akhir kalinya. Ketika suatu hari Meutia ke kuburan ayahnya lagi, ia mengikutinya di belakang. Siapa tahu di depan kuburan ayahnya, anak itu bisa diinsyafkan. Sesampai ia di sana ibu itu melihat anaknya menatapi makam ayahnya bagai tak berkedip. Wajahnya tanpa emosi, kecuali matanya yang bercerita banyak tentang penderitaannya, tentang rindu di dendamnya kepada ayahnya.
“Ayah, Meutia ingin ikut ayah. Bawalah Meutia…”
Ibu itu tak tahan. Niatnya mau membujuk Meutia di depan kuburan ayahnya urung. Ia lari memburu ke rumah dan di atas ranjang ia bergulat dengan tangisnya. “Tuhan”, ratapnya, “Siksalah aku, tapi jangan siksa anak itu. Kalau memang itu maksudMu, ambillah ia, jangan lagi Kau menyiksanya.”
Malamnya hujan turun teramat lebat, tak putus-putusnya sampai dini hari. Tengah malam Meutia masuk angin, dan dini hari ia menyusul ayahnya.
“Meutia, kapan kau berhenti bertanya?” Ibunya dulu sering berkata padanya. Sekarang, Meutia benar-benar sudah berhenti bertanya.
(Kepada Almarhumah Cut Azizah, kemenakanku)
Puisi Indah: Bila Hujan Turun
Bila Hujan Turun
Bila hujan turunAku ingin membangun gedung untuk berlindung
Aku ingin daerah yang sering banjir
Kubangun gedung tuk berlindung
Aku ingin mereka gembira
Dari hujan yang membawa bencana
Bila hujan turun
Aku selalu berdoa pada Tuhan Yang Maha esa
Agar menghentikan bencana
Apakah tuhan marah?
Karena banyak orang serakah
Karena banyak orang menjarah tanah
Banyak orang menjadi miskin kehilangan tanah
Bila hujan turun
Aku ingin Tuhan menyadarkan orang-orang tak
Berperikemanusiaan
Orang-orang yang selalu ingin menang
Bila hujan turun
Aku ingin Tuhan mengabulkan doaku
22 Desember 2000
Kumpulan Puisi Indah Putri Penyair Wiji Tukhul
Pulanglah, Pak!!
Pulanglah, PakKami sekeluarga menunggumu, Pak
Kawan-kawanmu juga menunggumu, Pak
Pulanglah, Pak
Apakah kamu tidak tahu
Indonesia pecah, Pak?
Pipa-pipa menancap di tubuh pertiwi kita
Asap-asap dari pabrik-pabrik
Menggerogoti pertiwi kita, Pak
Limbah-limbah membuat sungai-sungai
Dan kali-kali tercemar
Kami terpaksa tutup hidung, Pak
Pertiwi kita menangis
Pertiwi kita butuh kamu, Pak
Pulanglah, Pak
Apakah kau tidak ingat aku lagi
Aku anakmu, Pak
Aku, adik, ibu dan semua orang merindukanmu, Pak
Apakah hanya dengan doa-doa saja
Aku harus menunggu?
Penguasa, kembalikan bapakku!!!
15 Mei 2000
Ibuku
Ibu, beliau mengampu banyak peran di hidupkuSosok wanita tegar itu selayak pahlawan
Beliau superhero dalam golakan perang hatiku
Kala emosi dan kesedihan menyayat jiwa
Namun seringkali beliau menjadi tokoh antagonis
Menolak pendapat dan membatasi kebebasanku
Menghajarku dengan kata-kata selayak pedang
Dan memukulku dengan tangan selayak cambuk
Tapi dengan cepat pula perannya berganti bidadari
Membelaiku penuh kasih
Membisikkan semangat hidup pada telinga batinku
Sewaktu aku sendiri, teman-teman menjauhi
Karena isu bapakku seorang buronan
Karena hancur pula hati ini mendengar khabar
Bapakku tak lagi bisa dikembalikan
Tak kuasa air mata membasahi pipi
Bisikan Tuhan bersemayam di raga sesosok hawa
Penuh cinta lambungkan cinta, selayak dawi kecapi surgawi
Membahana dalam dunia manusia ini
Oh, ibu…
22 Desember 2002
Saat Dipeluk Ibu
Kenapa mataku terus saja terjaga malamKenapa aku masih saja terbayang pelukan hangat ibuku tadi
Yang kurasa beda dari biasanya
Saat dipeluk ibu…
Entah kenapa tiba-tiba aku ingin terisak
Aku ingin sekali menangis
Namun, aku tau sebab apa aku ingin menangis
Bu, ada misteri apa di balik pelukanmu tadi?
Bila Hujan Turun
Bila hujan turunAku ingin membangun gedung untuk berlindung
Aku ingin daerah yang sering banjir
Kubangun gedung tuk berlindung
Aku ingin mereka gembira
Dari hujan yang membawa bencana
Bila hujan turun
Aku selalu berdoa pada Tuhan Yang Maha esa
Agar menghentikan bencana
Apakah tuhan marah?
Karena banyak orang serakah
Karena banyak orang menjarah tanah
Banyak orang menjadi miskin kehilangan tanah
Bila hujan turun
Aku ingin Tuhan menyadarkan orang-orang tak
Berperikemanusiaan
Orang-orang yang selalu ingin menang
Bila hujan turun
Aku ingin Tuhan mengabulkan doaku
22 Desember 2000
Surat Buat Indonesiaku
Kepada:Indonesiaku.
Kamulah tempat lahirku
Kamulah tempat darahku
Wahai pertiwiku
Inginku mohon padamu
Perhatikan nasib rakyatmu
Mereka tak bisa nikmati hari bahagiamu
Mereka masih menderita
Mereka hanya memikirkan makan untuk keluarga
Sampai di sini dulu permohonanku
Wahai Indonesiaku
17 Agustus 1999
Maafkan Aku Indonesiaku
Bendera-bendera merah putihDipasang di depan rumah-rumah
Melambangkan arti hari bahagia Indonesia
Tapi maafkan aku Indonesia
Karena tak punya bendera
Benderaku hanya dua potong kain bekas
Yang disambung
Yang merah robek seperempat
Tapi dijahit lagi oleh nenekku
Maafkan aku Indonesia
Karena hanya bisa nyanyikan
Lagu Indonesia Raya
Sekali lagi maafkan aku Indonesia
Karena hanya puisi ini
Hadiah yang dapat kuberi
17 Agustus 2000
Kisah Klasik bangsa Kita
Bangsa ini sudah lama terdiamMasih percaya sang waktu tentukan nasib
Masih diperbudak oleh penindasan
Selalu menghamba pada ketakutan
Renungkanlah!! Negara ini belum merdeka
Bila semua beranggap
Yang berkuasalah yang terbenar
Otak dipakai berpikir
Tangan dipakai untuk menunjuk kebenaran
Gunakan mulut tuk suarakan kebebasanmu
Ingatlah, tak ada seorangpun
Yang berhak memperlakukanmu seperti robot
Seseorang yang jajankan pikiranmu
Sesungguhnya ia tak berotak
Yang sembunyikan kebenaran
Ialah tak bertangan
Yang membungkam mulutmu ialah si bodoh
Yang tak tahu kebenaran lebih dari sekedar uang
Ingatlah:
Kisah momok hiyong belum selesai
Jika kau diam tak melawan
Ia masih inginkan darahmu
Memeras otakmu
Merampas kebebasanmu
Takkan pedulikan walaupun Tuhan tahu
Bila aktivis masih ditangkap karena orasinya
Bila penyair dihilangkan karena puisinya
Bila buruh diperkosa kemudian di bunuh
Karena tuntutan gajinya
Itu tandanya penguasa tak butuh kesejahteraan negara
Dan bila hak masih dianggap racun mematikan
Serta kisah klasik ini masih terus saja dijalankan
Maka, tunjukkan senjata kita:
“Perlawanan!!!”
15 Desember 2003
Egoku Tentang Negeri Ini
Hidup di negeri ini penuh artiTerasa ngeri
Banyak orang yang dibunuhi
Banyak orang yang diculiki
Tapi, aku tetap cinta negeri ini
Hidup di negeri ini bagai di penjara
Banyak yang menderita
Banyak yang sengsara
Hingga bagai di neraka
Tapi, aku tetap cinta negeri ini
Hidup di negeri ini keras bagai batu
Banyak raja ratu palsu
Tapi, aku tak mau tahu
Karena…
Aku tetap cinta negri ini
3 Oktober 2003
Negeriku Semakin Pikun
Sebuah juwa melayang-layang berkeliling negeriNegeri Indonesia katanya jaya sakti
Namun siapa tahu dengan hati pertiwi
Yang terus menunggu terwujudnya janji-janji
Janji itu senandungkan topeng bernyawa
Yang begitu cepat menarik hati bangsa
Tentang pemerintahan nan damai sentosa
Namun siapa tahu malah jadikan kecewa
Jiwa itu keheranan dengan Indonesianya
Dulu pernah dengar sumpah janji
Tuk hapuskan segala korupsi
Namun semua hanya pidato semata
Rakyat minta jaya
Tapi mengapa penguasa diam saja?
Sedangkan bila rakyat berontak
Mengapa malah diancam senjata
Jiwa itu bingung dan mengeluh
Apakah Indonesia tak inginkan perubahan
Sudah lama bangsa bungkam tak bicara
Namun penguasa seenaknya saja
Mau jadi apa bangsa ini
Jika orang makin pintar malah dihilangkan
Jika semangat-semangat bangsa ini malah dilupakan
Ekonomo macet, hutang akan menunggu
Namun di kursi atas malah enak minum-minum
Bila banyak perampok, pencopet berdasi dan pencuri
Jangan pula salahkan bangsa ini
Mungkin mereka tak ber-asa lagi
Untuk biasay makan sehari-hari
Namun saat tibanya pangkat seorang pejabat
Mengapa tak berikan yang terbaik untuk rakyat?
Segala sesuatu dihalalkan
Hanya untuk dapatkan kursi jabatan
Jiwa itu bertanya, “dengan apa?”
Yeah…tak asing lagi
Demi kata menang ia jalankan politik uang
Bukannya jujur tapi bangsa semakin hancur
Jiwa itu sesak, ia ingin berontak, lantas berteriak;
“Kami butuh perubahan!
Bukanlah sumpah serapah
Ataupun suap menyuap
Namun satu kesadaran hati
Tuk menuju keadilan sejati.”
8 Oktober 2004
Berikan Aku Keadilan
Saat ini malam kian sepiMataku tak sanggup terpejam
Pakiranku kacau, membayang masa-masa itu
Masa rumahku digerebek polisi
Karena bapakku terlampau berani
Suarakan nasib rakyat dalam puisi
Aku juga terngiang
Kala ibuku mati-matian berjuang
Demi hidup kami ia berdagang pakaian
Lari sana lari sini
Demi kehidupan yang lebih berarti
Kini sekian tahun sudah bapakku menghilang
Keluargaku tak lengkap, ibuku banting tulang
Dengan peluh-peluh asanya ibu dapat uang
Akupun teringat adikku
Ia relakan sepedanya untuk modal ibu
Namun selalu ceria hadapi masa kanak-kanaknya
Tuhan, aku tau ini cobaan
Lewat penguasa yang kikir dan hidup senang
Keluargaku terinjak penuh kesedihan
Tuhan, bisikkan pada nurani mereka
Tuk berikan keluargaku
Keadilan yang sempurna…
Untuk: N
Jangan menangis, anak manisBala kau teringat bapakmu
Ingatlah juga nasib keluargaku
Kita senasib, saudaraku
Bapak kita sama-sama tertuduh
Hanya saja banya yang tahu musuh bapakmu
Sedangkan musuh bapakku tak ada yang tahu
Kita sedang terima keadaan
Manusia memang kejam
Tak ada pistol, santet pun jadi
Tak bisa bertindak, panggil polisi
Dan polisi pun maunya dibayar!
Dan kita tak bisa bertindak
Bila tak punya uang banyak
Saudaraku yang manis, semoga kelak mereka sadar
Tanah seluas itu takkan bisa dibawa mati
Karena Cuma butuh tanah seluas diri
Untuk mengubur diri sendiri
Dari aku,
Sepupumu.
Untuk Sobat
Sobat…Hari kitya lalui
Masa kita lewati
Terdengar kisah sahabat sejati
Hari ini dan esok hari
Sobat…
Ribuan musim
Jutaan tawa
Kita lalui bersama
Kau tertawa
Ku bahagia
Kau tebar air mata
Ku tuai duka mestapa
Sobat…
Hidup ini milik kita bersama
Separuh jiwaku telah kau miliki
Mari kita jalani bersama hidup yang indah ini
1 Januari 2005
Syair Untuk Sobat
Rambut merah panjangmuSeindah wajahmu nan ayu
Mata sipit mungilmu
Melengkapi manisnya senyum tawamu
Tubuh putihmu nan tinggi semapai
Terlihat indah dengan seragam putih hijau yang kau pakai
Tuhan melukiskan gadis manis
Manis dalam jiwa ragamu
Teman sekolahku
Teman pertamaku
Di SMA baruku
Kini sebuah pesan ingin kuucap
Dari mulutku berkata
Teman, meski kini jarang tercipta
Kebersamaan di antara kita
Meski masa mulai berlari
Seiring dengan berubahnya hari-hari
Ku ingin kau tetap ada di hati
Menjadi sahabat sejati
Yang selalu menjadi sahabat sejatiku
Di setiap jejak langkah sang waktu
14 Februari 2005
Asal Mula Diriku
Kata ibuku…Cinta tumbuh dari pandangan mata
Lalu turun ke hati
Dan katanya lagi…
Sehabis dari hati
Lalu turun ke bawah lagi…
Dan setelah itu lahirlah aku
6 Juni 2003
Pohon Yang Bernama Cinta
Ketika cinta mulai ajak berkenalanKabut kalbu tebal tipis tak karuan
Semua tak tahu itulah cinta
Biji cinta itu kini jadi kegalauan
Dan ketika biji cinta mulai tumbuh
Rasa rindu kan terasa di sekujur tubuh
Saat itu logika mulai kalah oleh perasaan
Tak fikir akibat namun hanya kesenangan
Yang ada hanya ingin bertemu
Biji cinta itu t’lah jadi pohon yang kokoh
Berakar kasih sayang berbatang kepercayaan
Dan kan berbuah kebahagiaan
Namun terkadang…
Cinta punya cabang untuk hati lain
Dan dimulailah perselingkuhan
Dari situ batangnya mulai rapuh
Akarnya mulai busuk dan takkan pernah lagi berbuah
Karena itu pohon cinta harus selalu dipupuk
Dengan pupuk yang berkualitas tinggi
Dibeli dari petani nurani
Dengan merek: Kesetiaan Murni
31 Juni 2003
Sang Pecinta Sejati
Akulah gadis belia yang angkuh ituYang berdiri dalam terang percaya diri
Menganggap semua pasti dapat kujelang
Dalam percaya dan hasrat kalbu
Yakin semua kan jadi milikku
Akulah gadis belia yang kau tatap itu
Yang terkagum-kagum
Saat pucuk bola matamu menerjang
Laksana sorot tajam elang
Yang menghadangku, mengoyak kalbuku
Akulah gadis belia yang tak punya malu
Yang berjuang tuk gapai tangan kekarmu
Tangn seorang yang jatuhkan angkuhku
Walau kau pernah tak tahu
Betapa aku mendambamu
Dan, kini gadis belia itu yang merindukanmu
Menanti hadirmu di ujung kalbu
Yang membuatmu diam terpaku
Saat kuucap, “Aku Cinta Padamu”
Akulah gadis belia yang berharap tinggi
Menjagamu di tiap sudut nurani
Yang selalu ingin kau mengerti
Bahwa akulah sang pecinta sejati
10 Februari 2005
Sebuah Penantian
Lelap bermimpi dalam bayang semuMenggenggam imajinasi dalam gandengan tanganmu
Terbuka mata
Kulihat semua
Buyar!!
T’lah lama kulewati masa bersamamu
Terlihat wujud perhatianmu padaku
Aku tahu kau punya hati untukku
Namun aku malu ingin bertanya padamu
Di sini aku termangu dalam penantian
Kasih, kau tahu pasti kini kutersudut sepi
Masih gadis kecilmu yang dulu
Menantimu
Dalam masa indah bersamamu
Namun aku masih percaya
Ada cinta untuk kita berdua
Dan lihatlah aku di sini
Menanti ungkapan sejati dari sebuah hati
Hatimu yang ku tahu
Ingin ungkapkan cinta padaku
13 Maret 2005
Aku Yang terlupakan (Galau)
Tak tahu apa yang kan kulakukan lagiMungkinkah kan terus begini
Tak ada seorang pun yang menghiraukanku
Bahkan mereka tak sadar t’lah sakiti hati ini
Aku tak tahan!
Mereka tak pernah hirau arti hadirku
Mereka acuh
Mereka tak pernah tahu; aku sakit hati!
Walau kini ku masih tegar
Bibir ini masih bisa tersenyum lepas tawa
Dan wajah ini rahasiakan duka yang ada
Namun kelak takkan ada yang tahu
Tububuh ini akan tumbang perlahan-lahan
Dan mata ini kan terkutuk kesedihan
Lalu takkan bisa sirna
Untuk selama-lamanya
Sesaat Tentang Cinta
Bagi seorang gadis iniBisakah cinta adalah sepotong coklat
Yang manis saat diulum
Namun pahit tertinggal apabila tertelan
Ataukah sebuah jerawat mungil
Yang muncul perlahan-lahan
Namun sakit saat ditekan
Dan berpendar dikala yang panjang
Seorang pujangga pu katakan
Dengan cinta seorang lemah terkuatkan
Tapi yang kuat terlemahkan
Gadis ini tetap mencari
Apakah cinta selembar sutera sederhana
Namun menakjubkan saat berwujud busana
Atau bisakah buah kedondong
Yang halus di luar tapi runcing di dalam
Namun cinta bagai lentera
Andai dinyalakan sinarnya indah
Memancarkan cahaya
Ada pula yang bilang
Cinta adalah bahasa kalbu
Yang hanya rasa yang tahu
Seakan gadis ini menyimpulkan
Cintai bagai mata pelajaran mate-matika
yang membingungkan
Namun dengan logika
Cinta akan ada jawabannya.
28 Desember 2003
Kapan Saat Itu Tiba
Mata sayup ini berbinar penuh ceriaIndah nian elok kutatap hari ini
Hari indah bertajuk indahnya namamu
Apa yang terjadi padaku kini?
Dirimu tlah mengisi separu diriku ini
Nadiku berdegup kencang
Pikirku turut melayang
Entah diriku atau dirimu
Entah rasaku atau rasamu
Entah harapanku atau harapanmu
Tlah wujudkan timbulnya cinta
Dan aku masih saja menatapmu
Tersenyum menyapa dirimu
Bertemu saling lambaikan tangan
Tertawa dalam canda tawamu
Namun, sebelum perpisahan itu tiba
Kapankah ku kan miliki dirimu?
9 November 2004
Persembahan Rasaku
Cintaku kuungkap saat iniLewat mawar yang merekah indah
Namun akan hancur tanpa perhatian
Cintaku cinta sejati
Bukanlah sebilah pedang
Yang tersembunyi di balik sayap sang pecundang
Cintaku sebuah kejujuran tak ternilai
Sebuah pengkhianatan dan kesangsian
Muncul dari kalbu
Cintaku kuungkap lagi
Laksana lentera hati
Indah sinarnya slalu menyala
Sebelum redup kehilangan asa
Cintaku laksana keabadian rasa
Yang menyelubungimu, dia, mereka, dan kita semua
14 Desember 2004
Kira – Kira
Kira-kira 3 tahun yang laluKita berdekatan
Kira-kira 2 tahun yang lalu
Kita jadian
Kira-kira 1 tahun yang lalu
Kita bertengkar
Kira-kira 11 bulan yang lalu
Kita bermaafan
Kira-kira 1 bulan yang lalu
Kau ku rindukan
Kira-kira 3 jam yang lalu
Pada saat mendung kelabu
Ku ingin lagi bertemu
Kira-kira 5 menit yang lalu
Ku bertanya padamu
Kira-kira…
Maukah kau hidup bersamaku?
7 Februari 2005
Jatuh Cinta
Berulang kata kuucap lembut padamuBerulang kala kujelang bersamamu
Kini sebuah senyummu menancap kalbuku
Bangkitkan getar cinta nan kasih syahdu
Sayang, kini ku t’lah jatuh terpesona
Pada lentiknya bulu matamu
Serta tipisnya bibir merahmu
Malamku selalu merindu
Pada indahnya lesung pipimu
Serta gerai indah rambut hitammu
Andai kau tahu
Ku t’lah jatuh cinta padamu
Ku ingin kau jangan diam membisu
Karena kau tahu isi hatiku
Katakan juga kau cinta padaku
14 Februari 2005